damai9 – Pagi hari sebelum terbit matahari sepanjang perjalanan sepulang dari sholat Subuh terdengar suara nyanyian kicauan riuh burung trucukan dan juga trucukan peliharaan liar yang saling bersautan satu dengan yang lainnya menandakan kegembiraan untuk menyambut datangnya sang matahari di suasana udara yang masih sangat sejuk dan segar, Alhamdulillah karena kami tinggal di kawasan perkampungan yang masih banyak kalangan orang-orang betawi (penduduk asli Jakarta) kebetulan sepanjang perjalanan dari musholla menuju ke rumah yang berjarak sekitar 400 M masih ditumbuhi banyak pepohonan besar dan rindang, diantaranya ada pohon mangga, pohon rambutan, pohon duku, pohon nangka, pohon belimbing, pohon jambu dan pepohonan jenis lainnya sebagai penghijauan pinggir jalan yang berfungsi untuk peneduh pada saat matahari terik dan sebagai resapan air hujan pada saat musim hujan, sehingga masih banyak beberapa jenis burung seperti trucukan, sikatan, kutilang, dan beberapa jenis burung lainnya nyaman berada di antara pepohonan tersebut.
Nasib Trucukan, memang sih… Trucukan sama sekali bukanlah salah satu burung yang diunggulkan sebagaimana Murai Batu apalagi sepesies Medan, Cucak Ijo, Kacer, Jalak Suren, Jalak Bali, Love Bird, Poksai, Kenari, dan jenis burung lainnya yang memang sering dilombakan, dan memiliki burung trucukan juga bukan merupakan kebanggan sekalipun kodisinya sudah gacor, banyak isian, jinak, bisa untuk mainan dan masih banyak kelebihan lainnya, apalagi bisa untuk dijadikan sebagai alarm pada saat menjelang waktu Subuh tiba, namun tetap saja dipandang dengan sebelah mata dan harganya tetap saja tidak lebih dari 200 ribuan, heheheh…. apa sih salahnya ?, apa sih kekurangannya ?
Mungkin Anda ingin membaca ...
Mungkin Anda ingin membaca ...
OK ! bagi sebagian kalangan mungkin menganggap tidak ada manfaatnya merawat burung trucukan, karena dinilai tidak ada harga jualnya, namun bagi kalangan yang tidak hanya memikirkan dari segi komersiilnya saja maka sangatlah merupakan kenikmatan tersendiri, sebagaimana yang sudah diutarakan di atas ketika sepanjang perjalanan pulang sholat subuh diiringi dengan lantunan kicauan burung trucukan yang membuat suasana jadi indah dan sangat alami, apalagi sesampai di rumah kemudian melanjutkan membaca ayat-ayat suci walau hanya beberapa ayat sebagai pembuka hati pada pagi yang cerah untuk menambah ketenangan hati dan jiwa kita menjelang datangnya pagi seraya kita dengarkan “ropelan” trucukan milik kita yang kita gantang di dekat pohon depan kamar, alangkah indahnya hidup ini jika kita bisa mensyukuri segala nikmat yang telah diberikan kepada kita.
Wahai sobat, biarkan saja orang atau kawan kita yang mengejek dan menertawakan karena kita merawat “Trucukan” tapi yang penting adalah hati nurani kita, jika kita “enjoy” dan nyaman dengan apa yang kita rasakan dan tidak merugikan orang lain, sebagaimana dikatakan diatas, dan kita tidak berniat komersiil, maka tidak ada salahnya kita merawat trucukan untuk kita nikmati sendiri manfaatnya.
Demikian dan semoga bermanfaat
Salam damai9